MAHASISWA di Jatinangor Kritik Program Retret di IPDN yang Subtansinya Tak Berdampak Positif Bagi Masyarakat Luas

SUMEDANG — Puluhan Mahasiswa Unpad dan perwakilan tokoh pemuda di Jatinangor menggelar aksi damai dengan menggelar orasi di depan Gedung Sabusu (Saung Budaya Sumedang) Desa Sayang Kecamatan Jatinangor, Kamis , 26 Juni 2025.
Mereka yang tergabung dalam Aksi Kamisan Jatinangor itu, selain mengkritik pelanggaran HAM juga mengkritik kegiatan retret kepala daerah gelombang ke 2 yang digelar di Kampus IPDN Jatinangor yang dinilai menghambur hamburkan anggaran negara.
Ridho Danu, Korlap Aksi Kamisan Jatinangor, mengatakan aksi itu sebetulnya aksi rutinan setiap kamis yang digelar di depan kampus Unpad.
Hanya saja, karena bertepatan dengan momentum retret sehingga digelar di depan kampus IPDN yang kemudian dialihkan ke depan Sabusu Jatinangor.
“Kami mengkritisi program retret kepala daerah yang dinilai subtansinya tidak ada dampak positif bagi masyarakat secara luas. Bahkan, terkesan ada pengaruh penguasa untuk menyamaratakan kepala daerah padahal ditengah daerah otonom. Kami juga mengkritisi ditengah pemerintah pusat sedang efisiensi anggaran malah retret ini menggunakan anggaran hingga belasan miliar,” ujarnya.
Menurut Ridho, anggaran untuk retret ini menelan biasa besar, bahkan memangkas anggaran lain seperti anggaran pendidikan untuk mahasiswa dan pelajar juga anggaran untuk Bansos.
Alangkah lebih bijaknya, kata dia, anggaran itu digunakan untuk kepentingan masyarakat yang benar benar membutuhkan.
Mahasiswa jurusan Jurnalistik itu menambahkan, kegiatan retret itu belum pas dilaksanakan di Indonesia ditengah heterogenya pemerintah daerah.
Sebab, ada desentralisasi ditengah kebutuhan daerah dan kultur yang berbeda, justru menjadi keberagaman yang istimewa.
“Seakan akan retret ini ada arahan atau setir dari pemerintah pusat untuk kepala daerah. Padahal kan kita daerah otonom yang setiap kepala daerah memiliki kebijakan yang berbeda,” ujarnya.
Gabungan beberapa mahasiswa, dan perwakilan pemuda Jatinangor ini, sebetulnya ingin menyambut dan bertatap muka dengan kepala daerah mewakili teman teman di daerah yang justru sulit bertemu dengan kepala daerahnya.
“Hanya saja, kami tidak bisa melakukan aksi di depan gerbang kampus IPDN untuk menyuarakan aspirasi kami diantaranya pelanggaran HAM, konflik agraria, dan masalah adat yang tergerus proyek strategi nasional. Tapi mudah-mudahan aspirasi ini sampai kepada kepala daerah,” ujarnya. ***